Ketika Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) terbentuk berdasarkan UU No 13 tahun 2003, banyak orang terperangah. Kenapa? Karena akhirnya kita sadar bahwa kompetensi profesi dari pekerja kita sangat rendah, yang disebabkan standar kompetensi kerja yang tidak mengacu pada ILO. Dan lagi - lagi Pemerintah mengeluarkan SKKNI, Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Banyak instansi / perusahaan yang belum tahu apa itu SKKNI, apalagi dunia pendidikan dan pelatihan kerja. Maka tidak kurang dari Dirjen Latihan dan Produktifitas Depnaketrnas RI mengalirkan dana Perbantuan ke tingkat propinsi, dan SKKNI disosialisasikan kepada seluruh jajaran Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi di Propinsi dan Kabupaten/Kota. Namun sayangnya yang tersentuh sosialisasi baru lembaga - lembaga pelatihan kerja saja. Hal ini menjadikan sosialisasi SKKNI kurang bergema. Hal serupa juga terjadi pada sosialisasi Sertifikasi Profesi. Sertifikat Profesi, yang merupakan sebuah bukti profesional atau tidaknya seseorang dalam sebuah pekerjaan menjadi rancu pada tataran pelaksanaan tehnis, paling parah terjadi (lagi-lagi) di dunia pendidikan. Untuk memeperoleh sebuah sertifikat profesi, guru tidak wajib mengikuti uji sertifikasi, tapi cukup mengikuti seminar - seminar pendidikan, baik itu tingkat Kabupaten/Kota, Propinsi ataupun Nasional. Maka tidak mengherankan apabila sekarang ini menjamur seminar - seminar sehari yang khusus diselenggarkan untuk para guru, bahkan ada yang menarik biaya jutaan rupiah! Wow.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar